Sunday, April 3, 2011

Sejarah Peradaban Islam - Proses Masuknya Islam Ke Indonesia Menurut Para Ahli

by Hidayah

BAB I
PENDAHULUAN
Kedatangan agama Islam pada abad ke-7 M ke dunia dianggap oleh sejarawan sebagai pembangun Dunia Baru dengan pemikiran baru, cita-cita baru, kebudayaan serta peradaban baru. Selama lebih dari 14 abad semenjak Nabi Muhammad Saw. menyebarkan ajaran-ajaran baru dalam bidang teologi monoteistis, bidang kehidupan individu, bidang kehidupan masyarakat, dan kenegaraan, terbentanglah peradaban Islam dari wilayah Spanyol sampai benteng Cina, dari lembah Sungai Wolga di Rusia sampai ke Asia Tenggara, belakangan bahkan sudah hampir ke seluruh dunia, yang dirintis oleh Rasul Muhammad, Khulafa al-Rasyidin, Amawwiyah, Abbasiyah[1].
Ketika Islam datang, kepuluan Nusantara sudah mempunyai peradaban yang bersumber kebudayaan asli pengaruh dari peradaban Hindu-Budha dari India, yang penyebaran pengaruhnya tidak merata. Di Jawa telah mendalam, di Sumatra merupakan lapisan tipis, sedang di pulau-pulau lain belum terjadi. Walaupun demikian, Islam dapat cepat menyebar. Hal itu disebabkan Islam yang dibawa oleh kaum pedagang maupun para da’i dan ulama, mereka semua menyiarkan suatu rangkaian ajaran dan cara serta gaya hidup yang secara kualitatif lebih maju daripada peradaban yang ada[2].
Dengan kedatangan Islam, masyarakat Indonesia mengalami transformasi dari masyarakat agraris foedal pengaruh Hindu-Budha ke arah masyarakat kota pengaruh Islam. Nusantara menjadi maju dalam bidang perdagangan internasional dengan Timur Tengah, khususnya dengan bangsa Arab, Persi, India. Namun, di tengah-tengah proses transformasi yang damai itu datang pedagang Barat. Dengan kedatangan mereka transformasi menjadi terganggu, sehingga masyarakat foedal sisa-sisa pengaruh Hindu-Budha belum terkikis habis[3].


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Kedatangan Islam dan Bukti Sejarahnya
Penyebaran Islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia, tapi juga yang paling tidak jelas. Tampaknya, para pedagang muslim sudah ada di sebagian wilayah Indonesia selama beberapa abad sebelum Islam menjadi agama yang mapan dalam masyarakat-masyarakat lokal. Kapan, mengapa, dan bagaimana konversi penduduk Indonesia ini mulai terjadi telah diperdebatkan oleh beberapa ilmuwan. Tetapi, kesimpulan pasti tidak mungkin dicapai karena sumber-sumber yang ada tentang islamisasi sangat langka dan sering sangat tidak normatif[4].
Dapat dipastikan bahwa Islam sudah ada di negara bahari Asia Tenggara sejak awal zaman Islam. Dari masa khalifah ketiga, ‘Ustman (644-56), utusan-utusan muslim dari Tanah Arab mulai tiba di istana Cina. Setidaknya pada abad IX sudah ada ribuan pedagang muslim di Kanton.
Bukti yang paling dapat dipercaya mengenai penyebaran Islam dalam suatu masyarakat lokal Indonesia adalah berupa prasasti-prasasti Islam (kebanyakan batu-batu nisan) dan sejumlah catatan para musafir sebagai berikut.
1.    Batu nisan muslim tertua yang masih ada, yang tarikhnya terbaca jelas, ditemukan di Leran, Jawa Timur, dan bertarikh tahun 475 H (1802 M). Ini nisan seorang putri yang bernama Fatimah binti Maimun.[5]
2.    Batu Nisan Sultan Kerajaan Samudera Pasai yang pertama. Sultan ini bernama Sultan Malik As Saleh. Nisan itu berangka tahun 696H/1297M.
3.    Dua batu nisan berangka tahun 781 H/1380M dan 789 H/1389M di Munja Tujoh, Aceh Utara. Kedua nisan ini menunjukkan tahun meninggalnya putra sultan Samudera Pasai ketiga yang bernama Sultan Malik As Zahir.
4.    Beberapa batu nisan yang memuat kutipan dari Alquran ditemukan di kuburan Trowulan dan Troloyo, Jawa Timur. Tempat ini berdekatan dengan bekas istana kerajaan Majaphit. Ciri batu nisan ini adalah bertulisan huruf Arab , tetapi memakai angka tahun Jawa kuno. Nisan-nisan di Trowulan berangka tahun 1368-1369 M dan beberapa nisan di Troloyo berangka tahun 1376-1611 M. Makam ini diperkirakan milik keluarga raja dari kerajaan Majapahit.
5.    Batu nisan milik Maulana Malik Ibrahim ditemukan di Gresik. Malik Ibrahim adalah salah seorang dari Wali Songo. Nisan ini berangka tahun 822 H/1419M. Hal ini menunnjukkan bahwa pada tahun itu agama Islam sudah masuk di pesisir utara Jawa.
Catatan sejarah yang dibuat oleh para musafir yang datang ke Indonesia merupakan sumber sejarah, berbagai catatan tersebut sebagai berikut:
1.    Berita Cina dari Dinasti Thang. Menceritakan adanya orang-orang Ta Tsih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho Ling. Kerajaan ini dipimpin oleh Ratu Shima tahun 674 Masehi yang sangat kuat. Sebutan Ta Tsih dalam berita itu ditafsirkan sebagai orang-orang Arab.
2.    Catatan Ma Huan. Ma Huan adalah musafir dari Cina yang mengunjungi pesisir utara Jawa. Ia menceritakan bahwa pada tahun 1416 M di Gresik terdapat masyarakat muslim. Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi proses pengislaman di Majapahit, baik di pusat maupun di daerah pesisir.
3.    Catatan Marco Polo. Perjalanan Marco Polo menjelajahi samudera di antaranya singgah ke kota Perlak pada tahun 1292 M. Perlak terletak di Sumatera Utara. Di dalam catatan perjalanannya ia menulis bahwa kota Perlak adalah kota Islam.
4.    Buku berjudul Suma Oriental yang ditulis musafir Portugis, yaitu Tome Pires. Isinya adalah catatan tentang penyebaran agama Islam antara tahun 1512-1515 Masehi di Sumatera, Kalimantan, Jawa dan kepulauan Maluku. Tome Pires memberi gambaran tentang bagaimana wilayah-wilayah pesisir Jawa berada di bawah pengaruh muslim.[6]
B.  Teori tentang Masuknya Islam ke Indonesia
Terdapat banyak pendapat dan teori dalam proses masuknya Islam ke Indonesia. Ada dua teori yang erat kaitannya dengan masuknya Islam ke Indonesia, yaitu:

·      Teori Berasal-usul Arab
Teori ini sangat popular di kalangan orang Eropa, khususnya sarjana-sarjana Belanda tahun 1860-an. Drewes menguraikan dasar pemikiran aliran ini: “Adalah jelas bahwa di masa lalu, penyebaran Islam di Indonesia dan Semenanjung Melayu seharusnya dianggap berasal dari orang Arab. Mengingat Islam berasal-usul Tanah Arab, tampaknya masuk akal untuk mencari kaitan antara agama ini dan kehadiran orang-orang Arab di mana pun orang Arab dan Islam berada. Di Indonesia dan Semenanjung Melayu, orang-orang Arab dapat ditemukan di banyak tempat. Jadi, tampaknya mereka adalah orang-orang yang membawa Islam ke kawasan itu.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, demi kebanggaan nasional, orang-orang Indonesia juga ingin mengaitkan keimanan mereka dengan Tanah Arab yang melambangkan kemurnian ajaran-ajaran Islam. Di Malaysia, Dr Syed Naguib al-Attas juga menyokong teori berasal-usul Arab dan menolak dengan keras teori berasal-usul India. Beliau berkata, “Teori kondang bahwa Islam datang dari India dan dibawa ke Nusantara oleh ‘orang-orang India’ tidak dapat diterima. Teori ini tampaknya dirumuskan untuk sesuai dengan ‘teori pribumi’ semata-mata berdasarkan pada pengamatan karakteristik-karakteristik ‘eksternal’ Islam yang diwahyukan menurut pola-pola perdagangan, dan menurut pengalaman masa lalu dengan Hinduisme dan Buddhisme. Namun, yang lebih penting dalam hal ini seharusnya adalah observasi terhadap karakteristik-karakteristik ‘internal’ Islam sebagai sebuah agama, karena Islam selalu dipahami oleh orang Muslim dalam pengertian ini”.[7] Intinya beliau menekankan sebuah fakta bahwa pandangan dunia Arab ketimbang pandangan dunia India diungkapkan melalui literatur keagamaan itu. Karena itu, beliau bersikukuh bahwa Islam di dunia Melayu datang langsung dari Tanah Arab.
Aliran pemikiran berasal-usul Arab itu dinilai tidak terlalu meyakinkan karena sepanjang sejarah perdagangan maritim antara Timur dan Barat, orang-orang Arab dan Persia terlihat di India, Cina, dan Asia Tenggara, demikian pula orang-orang Arab di Jawa pada abad ke-13 yang kemungkinan besar berasal dari kalangan orang Arab perantauan. Tambahan pula, selain Mesir, mazhab Syafi’i masih cukup populer di bagian selatan kawasan Timur Tengah, India, serta Cina.[8]
·      Teori Asal-Usul India
Sarjana-sarjana Eropa seperti J Pijnappel, C Snouck Hurgronje, JP Moquette, BHM Vlekke, J Gonda, BJO Schrieke, GWJ Drewes, RP Winstedt, DGE Hall, dan GH Bousquet menganggap  bahwa Islam datang ke India sejak abad ke-12 atau setelah itu dan “argument-argumen pokok mereka dihubungkan dengan keberadaan jalur-jalur perdagangan maritim internasional, identitas aliran-aliran hukum Islam, dan kesamaan bentuk batu nisan serta gaya dan tema-tema susastra di antara wilayah India tertentu dengan beberapa tempat di Kepulauan Melayu-Indonesia.”[9]
Para sarjana yang memperdebatkan asal-usul Islam di Kepulauan Asia Tenggara tidak hanya gagal dalam mencapai kata sepakat tentang asal-usul dan perkembangan Islam, tetapi juga memilliki beragam pandangan tentang mekanisme penyebaran Islam di dunia Melayu.[10]
Para ahli sejarah umumnya berpendapat bahwa Islam dibawa dan disebarluaskan oleh para pedagang, kaum sufi, dan pengamal tarekat. Menurut mereka, Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke-11 Masehi. Beberapa bukti sejarah menunjukkan hal tersebut, seperti di Leran dengan prasasti dalam huruf dan bahasa Arab tentang meninggalnya Fatimah binti Maimun tahun 1082 M. Begitu pula di Aceh, terdapat makam Sultan Malik al-Saleh yang meninggal pada tahun 1297 M.
Menurut catatan Marcopolo, seorang penjelajah dari Cina menuju Persia melalui Selat Malaka, menyatakan bahwa saat dirinya berada di Aceh tahun 1292 M, banyak pedagang Islam dari Gujarat yang sedang berdagang dan menyebarkan Islam. Islam juga masuk ke Indonesia melalui para pedagang Arab dan Mesir, sebab ketika Ibnu Batutah berkunjung ke Samudra Pasai pada abad XIV, rajanya menggunakan Mazhab Syafi’i yang banyak terdapat di Mesir dan Mekkah, bukan India. Alasan lainnya yaitu gelar-gelar kebanyakan raja Aceh sama dengan gelar raja Mesir, Al-Malik.
Sedangkan menurut laporan seorang musafir Maroko, Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai dalam perjalanannya ke negeri Cina pada 1345 M, agama Islam yang bermazhab Syafi’i telah mantap di sana selama seabad. Oleh karena itu, berdasarkan bukti ini, abad XIII biasanya dianggap sebagai masa awal masuknya agama Islam ke Indonesia[11].
C.  Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia
Islam di Indonesia baik secara historis maupun sosiologis sangat kompleks, terdapat banyak masalah, misalnya tentang sejarah dan perkembangan awal Islam. Harus diakui bahwa penulisan sejarah Indonesia diawali oleh golongan orientalis yang sering ada usaha untuk meminimalisasi peran Islam, disamping usaha para sarjana Muslim yang ingin mengemukakan fakta sejarah yang lebih jujur.[12]
Islam dalam batas tertentu disebarkan oleh pedagang, kemudian dilanjutkan oleh para guru agama (da’i) dan pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam kegiatan dakwah pertama itu tidak bertendensi apa pun selain bertanggung jawab menunaikan kewajiban tanpa pamrih, sehingga nama mereka berlalu begitu saja. Oleh karena itu, wajar kalau terjadi perbedaan pendapat tentang kapan, dari mana, dan di mana pertama kali Islam datang ke Nusantara. Secara garis besar perbedaan pendapat itu dapat dibagi menjadi sebagai berikut.
a.    Pendapat pertama dipelopori oleh sarjana-sarjana orientalis Belanda, di antaranya Snouck Hurgronje yang berrpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat (bukan dari Arab langsung) dengan bukti ditemukannya makam sultan yang beragama Islam pertama Malik  as-Sholeh, raja pertama kerajaan Samudera Pasai yang dikatakan berasal dari Gujarat.
b.    Pendapat kedua dikemukakan oleh sarjana-sarjana Muslim, di antaranya Prof. Hamka, yang mengadakan “Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963. Hamka dan teman-temannya berpendapat bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah (± abad ke-7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh sebelum abad ke-13 (yaitu sudah ada sejak abad ke-7 M) melalui Selat Malaka yang menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani Umayyah di Asia Barat.
c.    Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurut pendapatnya memang benar Islam sudah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 atau 8 Masehi, tetapi baru dianut oleh para pedagang Timur Tengah di pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya kerajaan Samudera Pasai. Hal ini terjadi akibat arus balik kehancuran Baghdad ibukota Abbasiyah oleh Hulagu. Kehancuran Baghdad menyebabkan pedagang Muslim mengalihkan aktivitas perdagangan ke arah Asia Selatan, Asia Tmur, dan Asia Tenggara[13].
Bersamaan dengan para pedagang datang pula da’i-da’i dan musafir-musafir sufi. Melalui jalur pelayaran itu pula mereka dapat berhubungan dengan pedagang dari negeri-negeri di ketiga bagian Benua Asia itu. Hal itu memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik, sehingga terbentuklah perkampungan masyarakat Muslim. Pertumbuhan perkampungan ini makin meluas sehingga perkampungan itu tidak hanya besifat ekonomis, tetapi membentuk struktur pemerintahan dengan mengangkat Meurah Silu, kepala suku Gampung Samudra menjadi Sultan Malik as-Sholeh.
·      Tersebarnya Islam ke Indonesia adalah melalui saluran-saluran sebagai berikut.
a.    Perdagangan, yang menggunakan sarana pelayaran.
b.    Dakwah, yang dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama para pedagang.
c.    Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, mubalig dengan anak bangsawan Indonesia. Hal ini akan mempercepat terbentuknya inti sosoial, yaitu keluarga Muslim dan masyarakat Muslim.
d.    Pendidikan. Setelah kedudukan para pedagang mantap mereka menguasai kekuatan ekonomi di bandar-bandar seperti Gresik. Pusat-pusat perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.
e.    Tasawuf dan tarekat. Sudah diterangkan bahwa bersamaan dengan pedagang, datang pula para ulama, da’i, dan sufi pengembara. Para ulama atau sufi itu ada yang kemudian diangkat menjadi penasihat dan atau pejabat agama di kerajaan. Di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, Abd. Rauf Singkel. Demikian pula kerajaan-kerajaan di Jawa mempunyai penasihat yang bergelar wali, yang terkenal adalah Wali Songo.
Para sufi menyebarkan Islam melalui dua cara:
1)      Dengan membentuk kader mubalig, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama Islam di daerah asalnya. Dengan demikian, Abd. Rauf mempunyai murid yang kemudian menyebarkan Islam di tempat asalnya, di antaranya Syaikh Burhanuddin Ulakan, kemudian Syaikh Abd Muhyi Pamijahan Jawa Barat; Sunan Giri mempunyai murid Sultan Zaenul Abidin dari Ternate; Dato Ri Bandang menyebarkan Islam ke Sulawesi, Bima dan Buton; Khatib Sulaeman di Minangkabau mengembangkan Islam ke Kalimantan Timur; Sunan Prapen (ayahnya Sunan Giri) menyebarkan Islam ke Nusa Tenggara Barat.
2)      Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca di berbagai tempat. Di abad ke-17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi. Hamzah Fansuri menulis antara lain Asrar al-Arifin fi Bayan ila al-Suluk wa al-Tauhid, juga Syair Perahu yang merupakan syair sufi. Nuruddin, ulama zaman Iskandar Tsani, menulis kitab hukum Islam Shirat al-Mustaqim.
f.      Kesenian. Saluran yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni. Wali Songo terutama Sunan Kali Jaga, mempergunakan banyak cabang seni untuk islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian.[14]
D.  Jalur Masuknya Islam ke Indonesia
Masuknya Islam ke Indonesia ada beberapa pendapat yaitu:
a. Ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya pada abad I H atau VII M Islam telah masuk ke Indonesia melalui saudagar-saudagar Arab yang berdagang di Tiongkok. Dari tanah Arab, para saudagar itu menuju Tiongkok melalui rute: Arab-Malabar-Nicobar-Aceh (Pasai di Aceh Utara dan Perlak di Aceh Timur-Malaya-Kamboja-Daratan Tiongkok).
Pendapat pertama ini dikuatkan dengan kenyataan bahwa pada abad ke II Hijrah di Tiongkok telah terdapat gudang-gudang barang eksport import milik orang-orang Islam. Gudang ini terletak di pantai Timur daratan Tiongkok.
b. Adapun pendapat yang lain, bahwa secara resmi Islam masuk ke wilayah Indonesia adalah melalui Sumatera Utara yaitu daerah Aceh pada pertengahan abad XII M/VII H. Pendapat inilah yang banyak diikuti oleh banyak orang, sebab mempunyai beberapa argumentasi yang cukup kuat yaitu di antaranya:
1)   Dalam sejarah “Melayu” disebutkan, bahwa pada pertengahan abad ke XII M datanglah muballigh Arab ke Aceh yaitu ± tahun 1151 M. Abdullah Arif, demikian nama muballigh tersebut, dalam waktu singkat telah memiliki murid-murid yang kemudian menyebar-luaskan Islam ke daerah-daerah di Sumatera.
2)   Dalam sejarah Aceh, tercatat nama Raja Johan Syah yang dimaklimkan secara resmi sebagai Sultan Aceh yang muslim pada tahun 1205 M. Wilayah kerajaannya sampai Semenanjung tanah Melayu.
3)   Pada tahun 1927 M tercatat nama sultan Aceh yakni Malik Al Saleh, sebagaimana yang tertera dalam nisannya.
4)   Menurut catatan pengembara muslim terkenal yaitu Ibnu Batutah dalam bukunya “Rihlah Ibn Batutah” disebutkan bahwa pada tahun 1315 M ketika Ibnu Batutah mengembara dan sampai di wilayah kerajaan Pasai, dia mendapatkan bahwa kerajaan Pasai pada waktu itu merupakan kerajaan Islam[15].
E.   Penyebaran Islam secara Damai dan Kekeluargaan
Islam masuk ke wilayah Indonesia dan Malaka adalah dengan cara damai. Hal ini juga ke negara-negara lainnya. Penyebaran yang paling utama dilakukan melaui pendekatan socio cultural yakni suatu kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Di samping itu juga pendekatan persuasif. Oleh karena itu masyarakat mudah menerima ajaran Islam.
Dalam pada itu, orang yang paling berjasa adalah para saudagar yang datang dari Gujarat atau dari Arab (Mekkah). Untuk memperdagangkan barang dagangannya sambil menyebarluaskan ajaran Islam. Dari sanalah tumbuh dengan segarnya nafas Islam kepada para saudagar dan penduduk yang ada di Malaka dan Indonesia.[16]
Islam di Indonesia tidak mengenal adanya pemaksaan pembelajaran agama Islam dengan pedang. Seperti penuturan John Crawford, 1820 M dalam History of Indian Archipelago:
Para wiraswasta Muslim tidak datang sebagai penakluk seperti yang dikerjakan oleh bangsa Spanyol pada abad ke-16 M. Mereka tidak menggunakan pedang dalam dakwahnya. Juga tidak memiliki hak untuk melakukan penindasan terhadap rakyat bawahnya. Para da’i hanya sebagai wiraswasta yang memanfaatkan kecerdasan dan peradaban mereka yang lebih tinggi untuk kepentingan dakwahnya. Harta perniagaannya lebih mereka utamakan sebagai modal dakwah daripada untuk memperkaya diri.
Penuturan John Crawford di atas ini mengingatkan kita, walaupun stratifikasi sosial ekonomi para da’i atau wiraswasta Muslim, jauh lebih terhormat, cerdas dan beradab. Namun, para da’i atau wiraswasta dengan penuh keikhlasan berdakwah, tidak untuk memperkaya diri sendiri.[17]






BAB III
PENUTUP
Simpulan
Islam dibawa oleh para pedagang Arab ke Asia Tenggara pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 M. Dari masa khalifah ketiga, ‘Ustman (644-56), utusan-utusan muslim dari Tanah Arab mulai tiba di istana Cina.
Terdapat dua teori tentang dari mana sebenarnya Islam itu dibawa, yaitu Teori Berasal-usul Arab dan Teori Asal-Usul India yang dikemukakan oleh beberapa tokoh tetapi tidak menemukan kesepakatan.
Ditemukannya beberapa nisan yang bisa dijadikan bukti bahwa Islam telah ada di Nusantara sejak lama di antaranya: nisan Fatimah binti Maimun, Sultan Sulaiman bin Abdullah, Sultan Malik al-Saleh, dan beberapa nisan lainnya.
Tersebarnya Islam ke Indonesia adalah melalui saluran-saluran sebagai berikut: perdagangan, dakwah, perkawinan, pendidikan, tasawuf dan tarekat, kesenian. Melalui saluran-saluran itu Islam secara berangsur-angsur menyebar.
Penyebaran Islam di Indonesia dapat dibagi dalam tiga tahap. Pertama dimulai dengan kedatangan Islam, yang diikuti oleh kemerosotan kemudian keruntuhan Majapahit pada abad ke-14 sampai ke-15. Kedua, sejak datang dan mapannya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia sampai abad ke-19. Ketiga, bermula pada awal abad ke-20 dengan terjadinya “liberalisasi” kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Dalam tahapan-tahapan itu akan terlihat jelas proses islamisasi sampai mencapai tingkat seperti sekarang.




DAFTAR PUSTAKA
Rasyidi, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Armico, 1987.
Ricklefs, M.C.  Sejarah Indonesia Modern. Jakarta: Serambi, 2009.
Sen, Tan Ta. Cheng Ho. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.
Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah. Bandung: Salmadani, 2009.
Thohir, Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.



[1]Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 1.
[2]Ibid., hlm. 3-4.
[3]Ibid., hlm. 4-5.
[4]M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Jakarta: Serambi, 2009), hlm. 3.
[5]Ibid., hlm. 4.
[6]http://narutotuban.wordpress.com/2010/01/18/sejarah-islam-di-indonesia/.
[7]Tan Ta Sen, Cheng Ho, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), hlm. 196.
[8]Ibid.
[9]Ibid., hlm. 197.
[10]Ibid., hlm. 201.
[11]Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 291.
[12]Musyrifah Sunanto, op. cit., hlm. 7.
[13]Ibid., hlm. 8-9
[14]Ibid., hlm. 10-12.
[15]Badri Rasyidi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Armico, 1987), hlm. 102-104.
[16]Ibid., hlm. 106.
[17]Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, (Bandung: Salmadani, 2009), hlm. 121-122.

0 komentar:

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites