by Hidayah
BAB I
PENDAHULUAN
Kedatangan agama Islam pada abad ke-7 M ke dunia dianggap
oleh sejarawan sebagai pembangun Dunia Baru dengan pemikiran baru, cita-cita
baru, kebudayaan serta peradaban baru. Selama lebih dari 14 abad semenjak Nabi
Muhammad Saw. menyebarkan ajaran-ajaran baru dalam bidang teologi monoteistis,
bidang kehidupan individu, bidang kehidupan masyarakat, dan kenegaraan,
terbentanglah peradaban Islam dari wilayah Spanyol sampai benteng Cina, dari
lembah Sungai Wolga di Rusia sampai ke Asia Tenggara, belakangan bahkan sudah
hampir ke seluruh dunia, yang dirintis oleh Rasul Muhammad, Khulafa
al-Rasyidin, Amawwiyah, Abbasiyah[1].
Ketika Islam datang, kepuluan Nusantara sudah mempunyai
peradaban yang bersumber kebudayaan asli pengaruh dari peradaban Hindu-Budha
dari India, yang penyebaran pengaruhnya tidak merata. Di Jawa telah mendalam,
di Sumatra merupakan lapisan tipis, sedang di pulau-pulau lain belum terjadi.
Walaupun demikian, Islam dapat cepat menyebar. Hal itu disebabkan Islam yang
dibawa oleh kaum pedagang maupun para da’i dan ulama, mereka semua menyiarkan
suatu rangkaian ajaran dan cara serta gaya hidup yang secara kualitatif lebih
maju daripada peradaban yang ada[2].
Dengan kedatangan Islam, masyarakat Indonesia mengalami
transformasi dari masyarakat agraris foedal pengaruh Hindu-Budha ke arah
masyarakat kota pengaruh Islam. Nusantara menjadi maju dalam bidang perdagangan
internasional dengan Timur Tengah, khususnya dengan bangsa Arab, Persi, India.
Namun, di tengah-tengah proses transformasi yang damai itu datang pedagang
Barat. Dengan kedatangan mereka transformasi menjadi terganggu, sehingga
masyarakat foedal sisa-sisa pengaruh Hindu-Budha belum terkikis habis[3].
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kedatangan
Islam dan Bukti Sejarahnya
Penyebaran
Islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia,
tapi juga yang paling tidak jelas. Tampaknya, para pedagang muslim sudah ada di
sebagian wilayah Indonesia selama beberapa abad sebelum Islam menjadi agama
yang mapan dalam masyarakat-masyarakat lokal. Kapan, mengapa, dan bagaimana
konversi penduduk Indonesia ini mulai terjadi telah diperdebatkan oleh beberapa
ilmuwan. Tetapi, kesimpulan pasti tidak mungkin dicapai karena sumber-sumber
yang ada tentang islamisasi sangat langka dan sering sangat tidak normatif[4].
Dapat
dipastikan bahwa Islam sudah ada di negara bahari Asia Tenggara sejak awal
zaman Islam. Dari masa khalifah ketiga, ‘Ustman (644-56), utusan-utusan muslim
dari Tanah Arab mulai tiba di istana Cina. Setidaknya pada abad IX sudah ada
ribuan pedagang muslim di Kanton.
Bukti yang paling dapat dipercaya
mengenai penyebaran Islam dalam suatu masyarakat lokal Indonesia adalah berupa
prasasti-prasasti Islam (kebanyakan batu-batu nisan) dan sejumlah catatan para
musafir sebagai berikut.
1. Batu nisan muslim tertua yang masih
ada, yang tarikhnya terbaca jelas, ditemukan di Leran, Jawa Timur, dan
bertarikh tahun 475 H (1802 M). Ini nisan seorang putri yang bernama Fatimah
binti Maimun.[5]
2. Batu Nisan Sultan Kerajaan Samudera
Pasai yang pertama. Sultan ini bernama Sultan Malik As Saleh. Nisan itu
berangka tahun 696H/1297M.
3. Dua batu nisan berangka tahun 781
H/1380M dan 789 H/1389M di Munja Tujoh, Aceh Utara. Kedua nisan ini
menunjukkan tahun meninggalnya putra sultan Samudera Pasai ketiga yang bernama
Sultan Malik As Zahir.
4. Beberapa batu nisan yang memuat
kutipan dari Alquran ditemukan di kuburan Trowulan dan Troloyo, Jawa Timur.
Tempat ini berdekatan dengan bekas istana kerajaan Majaphit. Ciri batu nisan
ini adalah bertulisan huruf Arab , tetapi memakai angka tahun Jawa kuno.
Nisan-nisan di Trowulan berangka tahun 1368-1369 M dan beberapa nisan di
Troloyo berangka tahun 1376-1611 M. Makam ini diperkirakan milik keluarga raja
dari kerajaan Majapahit.
5. Batu nisan milik Maulana Malik
Ibrahim ditemukan di Gresik. Malik Ibrahim adalah salah seorang dari Wali
Songo. Nisan ini berangka tahun 822 H/1419M. Hal ini menunnjukkan bahwa pada
tahun itu agama Islam sudah masuk di pesisir utara Jawa.
Catatan sejarah yang dibuat oleh
para musafir yang datang ke Indonesia merupakan sumber sejarah, berbagai
catatan tersebut sebagai berikut:
1. Berita Cina dari Dinasti Thang.
Menceritakan adanya orang-orang Ta Tsih yang mengurungkan niatnya untuk
menyerang kerajaan Ho Ling. Kerajaan ini dipimpin oleh Ratu Shima tahun 674
Masehi yang sangat kuat. Sebutan Ta Tsih dalam berita itu ditafsirkan
sebagai orang-orang Arab.
2. Catatan Ma Huan. Ma Huan adalah
musafir dari Cina yang mengunjungi pesisir utara Jawa. Ia menceritakan bahwa
pada tahun 1416 M di Gresik terdapat masyarakat muslim. Hal ini membuktikan
bahwa telah terjadi proses pengislaman di Majapahit, baik di pusat maupun di
daerah pesisir.
3. Catatan Marco Polo. Perjalanan Marco
Polo menjelajahi samudera di antaranya singgah ke kota Perlak pada tahun 1292
M. Perlak terletak di Sumatera Utara. Di dalam catatan perjalanannya ia menulis
bahwa kota Perlak adalah kota Islam.
4. Buku berjudul Suma Oriental
yang ditulis musafir Portugis, yaitu Tome Pires. Isinya adalah catatan tentang
penyebaran agama Islam antara tahun 1512-1515 Masehi di Sumatera, Kalimantan,
Jawa dan kepulauan Maluku. Tome Pires memberi gambaran tentang bagaimana
wilayah-wilayah pesisir Jawa berada di bawah pengaruh muslim.[6]
B. Teori
tentang Masuknya Islam ke Indonesia
Terdapat
banyak pendapat dan teori dalam proses masuknya Islam ke Indonesia. Ada dua
teori yang erat kaitannya dengan masuknya Islam ke Indonesia, yaitu:
· Teori
Berasal-usul Arab
Teori ini
sangat popular di kalangan orang Eropa, khususnya sarjana-sarjana Belanda tahun
1860-an. Drewes menguraikan dasar pemikiran aliran ini: “Adalah jelas bahwa di
masa lalu, penyebaran Islam di Indonesia dan Semenanjung Melayu seharusnya
dianggap berasal dari orang Arab. Mengingat Islam berasal-usul Tanah Arab,
tampaknya masuk akal untuk mencari kaitan antara agama ini dan kehadiran
orang-orang Arab di mana pun orang Arab dan Islam berada. Di Indonesia dan
Semenanjung Melayu, orang-orang Arab dapat ditemukan di banyak tempat. Jadi,
tampaknya mereka adalah orang-orang yang membawa Islam ke kawasan itu.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan, demi kebanggaan nasional, orang-orang Indonesia juga
ingin mengaitkan keimanan mereka dengan Tanah Arab yang melambangkan kemurnian
ajaran-ajaran Islam. Di Malaysia, Dr Syed Naguib al-Attas juga menyokong teori
berasal-usul Arab dan menolak dengan keras teori berasal-usul India. Beliau
berkata, “Teori kondang bahwa Islam datang dari India dan dibawa ke Nusantara
oleh ‘orang-orang India’ tidak dapat diterima. Teori ini tampaknya dirumuskan
untuk sesuai dengan ‘teori pribumi’ semata-mata berdasarkan pada pengamatan
karakteristik-karakteristik ‘eksternal’ Islam yang diwahyukan menurut pola-pola
perdagangan, dan menurut pengalaman masa lalu dengan Hinduisme dan Buddhisme.
Namun, yang lebih penting dalam hal ini seharusnya adalah observasi terhadap
karakteristik-karakteristik ‘internal’ Islam sebagai sebuah agama, karena Islam
selalu dipahami oleh orang Muslim dalam pengertian ini”.[7]
Intinya beliau menekankan sebuah fakta bahwa pandangan dunia Arab ketimbang
pandangan dunia India diungkapkan melalui literatur keagamaan itu. Karena itu,
beliau bersikukuh bahwa Islam di dunia Melayu datang langsung dari Tanah Arab.
Aliran
pemikiran berasal-usul Arab itu dinilai tidak terlalu meyakinkan karena
sepanjang sejarah perdagangan maritim antara Timur dan Barat, orang-orang Arab
dan Persia terlihat di India, Cina, dan Asia Tenggara, demikian pula
orang-orang Arab di Jawa pada abad ke-13 yang kemungkinan besar berasal dari
kalangan orang Arab perantauan. Tambahan pula, selain Mesir, mazhab Syafi’i
masih cukup populer di bagian selatan kawasan Timur Tengah, India, serta Cina.[8]
·
Teori Asal-Usul India
Sarjana-sarjana
Eropa seperti J Pijnappel, C Snouck Hurgronje, JP Moquette, BHM Vlekke, J
Gonda, BJO Schrieke, GWJ Drewes, RP Winstedt, DGE Hall, dan GH Bousquet
menganggap bahwa Islam datang ke India
sejak abad ke-12 atau setelah itu dan “argument-argumen pokok mereka
dihubungkan dengan keberadaan jalur-jalur perdagangan maritim internasional,
identitas aliran-aliran hukum Islam, dan kesamaan bentuk batu nisan serta gaya
dan tema-tema susastra di antara wilayah India tertentu dengan beberapa tempat
di Kepulauan Melayu-Indonesia.”[9]
Para
sarjana yang memperdebatkan asal-usul Islam di Kepulauan Asia Tenggara tidak
hanya gagal dalam mencapai kata sepakat tentang asal-usul dan perkembangan
Islam, tetapi juga memilliki beragam pandangan tentang mekanisme penyebaran
Islam di dunia Melayu.[10]
Para ahli
sejarah umumnya berpendapat bahwa Islam dibawa dan disebarluaskan oleh para
pedagang, kaum sufi, dan pengamal tarekat. Menurut mereka, Islam masuk ke
Indonesia sekitar abad ke-11 Masehi. Beberapa bukti sejarah menunjukkan hal
tersebut, seperti di Leran dengan prasasti dalam huruf dan bahasa Arab tentang
meninggalnya Fatimah binti Maimun tahun 1082 M. Begitu pula di Aceh, terdapat
makam Sultan Malik al-Saleh yang meninggal pada tahun 1297 M.
Menurut catatan Marcopolo, seorang
penjelajah dari Cina menuju Persia melalui Selat Malaka, menyatakan bahwa saat
dirinya berada di Aceh tahun 1292 M, banyak pedagang Islam dari Gujarat yang
sedang berdagang dan menyebarkan Islam. Islam juga masuk ke Indonesia melalui
para pedagang Arab dan Mesir, sebab ketika Ibnu Batutah berkunjung ke Samudra
Pasai pada abad XIV, rajanya menggunakan Mazhab Syafi’i yang banyak terdapat di
Mesir dan Mekkah, bukan India. Alasan lainnya yaitu gelar-gelar kebanyakan raja
Aceh sama dengan gelar raja Mesir, Al-Malik.
Sedangkan menurut laporan seorang
musafir Maroko, Ibnu Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai dalam
perjalanannya ke negeri Cina pada 1345 M, agama Islam yang bermazhab Syafi’i
telah mantap di sana selama seabad. Oleh karena itu, berdasarkan bukti ini,
abad XIII biasanya dianggap sebagai masa awal masuknya agama Islam ke Indonesia[11].
C. Masuk dan
Berkembangnya Islam di Indonesia
Islam di
Indonesia baik secara historis maupun sosiologis sangat kompleks, terdapat
banyak masalah, misalnya tentang sejarah dan perkembangan awal Islam. Harus
diakui bahwa penulisan sejarah Indonesia diawali oleh golongan orientalis yang
sering ada usaha untuk meminimalisasi peran Islam, disamping usaha para sarjana
Muslim yang ingin mengemukakan fakta sejarah yang lebih jujur.[12]
Islam
dalam batas tertentu disebarkan oleh pedagang, kemudian dilanjutkan oleh para
guru agama (da’i) dan pengembara sufi. Orang yang terlibat dalam kegiatan
dakwah pertama itu tidak bertendensi apa pun selain bertanggung jawab
menunaikan kewajiban tanpa pamrih, sehingga nama mereka berlalu begitu saja.
Oleh karena itu, wajar kalau terjadi perbedaan pendapat tentang kapan, dari
mana, dan di mana pertama kali Islam datang ke Nusantara. Secara garis besar
perbedaan pendapat itu dapat dibagi menjadi sebagai berikut.
a. Pendapat pertama dipelopori oleh
sarjana-sarjana orientalis Belanda, di antaranya Snouck Hurgronje yang
berrpendapat bahwa Islam datang ke Indonesia pada abad ke-13 M dari Gujarat
(bukan dari Arab langsung) dengan bukti ditemukannya makam sultan yang beragama
Islam pertama Malik as-Sholeh, raja
pertama kerajaan Samudera Pasai yang dikatakan berasal dari Gujarat.
b. Pendapat kedua dikemukakan oleh
sarjana-sarjana Muslim, di antaranya Prof. Hamka, yang mengadakan “Seminar
Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia” di Medan tahun 1963. Hamka dan
teman-temannya berpendapat bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad
pertama Hijriyah (± abad ke-7 sampai 8 M) langsung dari Arab dengan bukti jalur
pelayaran yang ramai dan bersifat internasional sudah dimulai jauh sebelum abad
ke-13 (yaitu sudah ada sejak abad ke-7 M) melalui Selat Malaka yang
menghubungkan Dinasti Tang di Cina (Asia Timur), Sriwijaya di Asia Tenggara dan
Bani Umayyah di Asia Barat.
c.
Sarjana Muslim kontemporer seperti Taufik Abdullah
mengkompromikan kedua pendapat tersebut. Menurut pendapatnya memang benar Islam
sudah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 atau 8
Masehi, tetapi baru dianut oleh para pedagang Timur Tengah di
pelabuhan-pelabuhan. Barulah Islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai
kekuatan politik pada abad ke-13 dengan berdirinya kerajaan Samudera Pasai. Hal
ini terjadi akibat arus balik kehancuran Baghdad ibukota Abbasiyah oleh Hulagu.
Kehancuran Baghdad menyebabkan pedagang Muslim mengalihkan aktivitas
perdagangan ke arah Asia Selatan, Asia Tmur, dan Asia Tenggara[13].
Bersamaan dengan para pedagang
datang pula da’i-da’i dan musafir-musafir sufi. Melalui jalur pelayaran itu
pula mereka dapat berhubungan dengan pedagang dari negeri-negeri di ketiga
bagian Benua Asia itu. Hal itu memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik,
sehingga terbentuklah perkampungan masyarakat Muslim. Pertumbuhan perkampungan
ini makin meluas sehingga perkampungan itu tidak hanya besifat ekonomis, tetapi
membentuk struktur pemerintahan dengan mengangkat Meurah Silu, kepala suku
Gampung Samudra menjadi Sultan Malik as-Sholeh.
· Tersebarnya Islam ke Indonesia
adalah melalui saluran-saluran sebagai berikut.
a. Perdagangan, yang menggunakan sarana
pelayaran.
b.
Dakwah, yang dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama
para pedagang.
c.
Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, mubalig
dengan anak bangsawan Indonesia. Hal ini akan mempercepat terbentuknya inti
sosoial, yaitu keluarga Muslim dan masyarakat Muslim.
d.
Pendidikan. Setelah kedudukan para pedagang mantap mereka
menguasai kekuatan ekonomi di bandar-bandar seperti Gresik. Pusat-pusat
perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran Islam.
e. Tasawuf dan tarekat. Sudah
diterangkan bahwa bersamaan dengan pedagang, datang pula para ulama, da’i, dan
sufi pengembara. Para ulama atau sufi itu ada yang kemudian diangkat menjadi
penasihat dan atau pejabat agama di kerajaan. Di Aceh ada Syaikh Hamzah
Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, Abd. Rauf Singkel. Demikian
pula kerajaan-kerajaan di Jawa mempunyai penasihat yang bergelar wali, yang
terkenal adalah Wali Songo.
Para sufi menyebarkan Islam melalui
dua cara:
1) Dengan membentuk kader mubalig, agar
mampu mengajarkan serta menyebarkan agama Islam di daerah asalnya. Dengan
demikian, Abd. Rauf mempunyai murid yang kemudian menyebarkan Islam di tempat
asalnya, di antaranya Syaikh Burhanuddin Ulakan, kemudian Syaikh Abd Muhyi
Pamijahan Jawa Barat; Sunan Giri mempunyai murid Sultan Zaenul Abidin dari
Ternate; Dato Ri Bandang menyebarkan Islam ke Sulawesi, Bima dan Buton; Khatib
Sulaeman di Minangkabau mengembangkan Islam ke Kalimantan Timur; Sunan Prapen
(ayahnya Sunan Giri) menyebarkan Islam ke Nusa Tenggara Barat.
2)
Melalui karya-karya tulis yang tersebar dan dibaca di
berbagai tempat. Di abad ke-17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya
keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi. Hamzah Fansuri menulis antara
lain Asrar al-Arifin fi Bayan ila al-Suluk wa al-Tauhid, juga Syair
Perahu yang merupakan syair sufi. Nuruddin, ulama zaman Iskandar Tsani,
menulis kitab hukum Islam Shirat al-Mustaqim.
f.
Kesenian. Saluran yang banyak sekali dipakai untuk
penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni. Wali Songo terutama Sunan Kali
Jaga, mempergunakan banyak cabang seni untuk islamisasi, seni arsitektur,
gamelan, wayang, nyanyian.[14]
D. Jalur Masuknya
Islam ke Indonesia
Masuknya
Islam ke Indonesia ada beberapa pendapat yaitu:
a. Ada
yang berpendapat bahwa sesungguhnya pada abad I H atau VII M Islam telah masuk
ke Indonesia melalui saudagar-saudagar Arab yang berdagang di Tiongkok. Dari
tanah Arab, para saudagar itu menuju Tiongkok melalui rute: Arab-Malabar-Nicobar-Aceh
(Pasai di Aceh Utara dan Perlak di Aceh Timur-Malaya-Kamboja-Daratan Tiongkok).
Pendapat pertama ini dikuatkan
dengan kenyataan bahwa pada abad ke II Hijrah di Tiongkok telah terdapat gudang-gudang
barang eksport import milik orang-orang Islam. Gudang ini terletak di pantai Timur
daratan Tiongkok.
b. Adapun pendapat yang lain, bahwa
secara resmi Islam masuk ke wilayah Indonesia adalah melalui Sumatera Utara
yaitu daerah Aceh pada pertengahan abad XII M/VII H. Pendapat inilah yang banyak diikuti oleh banyak orang,
sebab mempunyai beberapa argumentasi yang cukup kuat yaitu di antaranya:
1) Dalam sejarah “Melayu” disebutkan,
bahwa pada pertengahan abad ke XII M datanglah muballigh Arab ke Aceh yaitu ±
tahun 1151 M. Abdullah Arif, demikian nama muballigh tersebut, dalam waktu
singkat telah memiliki murid-murid yang kemudian menyebar-luaskan Islam ke daerah-daerah
di Sumatera.
2) Dalam sejarah Aceh, tercatat nama
Raja Johan Syah yang dimaklimkan secara resmi sebagai Sultan Aceh yang muslim
pada tahun 1205 M. Wilayah kerajaannya sampai Semenanjung tanah Melayu.
3) Pada tahun 1927 M tercatat nama
sultan Aceh yakni Malik Al Saleh, sebagaimana yang tertera dalam nisannya.
4)
Menurut catatan pengembara muslim terkenal yaitu Ibnu Batutah
dalam bukunya “Rihlah Ibn Batutah” disebutkan bahwa pada tahun 1315 M ketika
Ibnu Batutah mengembara dan sampai di wilayah kerajaan Pasai, dia mendapatkan
bahwa kerajaan Pasai pada waktu itu merupakan kerajaan Islam[15].
E.
Penyebaran Islam secara Damai dan
Kekeluargaan
Islam masuk ke wilayah Indonesia dan
Malaka adalah dengan cara damai. Hal ini juga ke negara-negara lainnya.
Penyebaran yang paling utama dilakukan melaui pendekatan socio cultural
yakni suatu kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Di samping itu juga
pendekatan persuasif. Oleh karena itu masyarakat mudah menerima ajaran Islam.
Dalam pada itu, orang yang paling
berjasa adalah para saudagar yang datang dari Gujarat atau dari Arab (Mekkah).
Untuk memperdagangkan barang dagangannya sambil menyebarluaskan ajaran Islam.
Dari sanalah tumbuh dengan segarnya nafas Islam kepada para saudagar dan
penduduk yang ada di Malaka dan Indonesia.[16]
Islam di Indonesia tidak mengenal
adanya pemaksaan pembelajaran agama Islam dengan pedang. Seperti penuturan John
Crawford, 1820 M dalam History of Indian Archipelago:
Para wiraswasta Muslim tidak
datang sebagai penakluk seperti yang dikerjakan oleh bangsa Spanyol pada abad
ke-16 M. Mereka tidak menggunakan pedang dalam dakwahnya. Juga tidak memiliki
hak untuk melakukan penindasan terhadap rakyat bawahnya. Para da’i hanya
sebagai wiraswasta yang memanfaatkan kecerdasan dan peradaban mereka yang lebih
tinggi untuk kepentingan dakwahnya. Harta perniagaannya lebih mereka utamakan
sebagai modal dakwah daripada untuk memperkaya diri.
Penuturan John Crawford di atas ini
mengingatkan kita, walaupun stratifikasi sosial ekonomi para da’i atau
wiraswasta Muslim, jauh lebih terhormat, cerdas dan beradab. Namun, para da’i
atau wiraswasta dengan penuh keikhlasan berdakwah, tidak untuk memperkaya diri
sendiri.[17]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Islam dibawa oleh para pedagang Arab
ke Asia Tenggara pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 M. Dari masa
khalifah ketiga, ‘Ustman (644-56), utusan-utusan muslim dari Tanah Arab mulai
tiba di istana Cina.
Terdapat dua teori tentang dari mana
sebenarnya Islam itu dibawa, yaitu Teori Berasal-usul Arab dan Teori Asal-Usul
India yang dikemukakan oleh beberapa tokoh tetapi tidak menemukan kesepakatan.
Ditemukannya beberapa nisan yang
bisa dijadikan bukti bahwa Islam telah ada di Nusantara sejak lama di
antaranya: nisan Fatimah binti Maimun, Sultan Sulaiman bin Abdullah, Sultan
Malik al-Saleh, dan beberapa nisan lainnya.
Tersebarnya Islam ke Indonesia
adalah melalui saluran-saluran sebagai berikut: perdagangan, dakwah,
perkawinan, pendidikan, tasawuf dan tarekat, kesenian. Melalui saluran-saluran
itu Islam secara berangsur-angsur menyebar.
Penyebaran Islam di Indonesia dapat
dibagi dalam tiga tahap. Pertama dimulai dengan kedatangan Islam, yang diikuti
oleh kemerosotan kemudian keruntuhan Majapahit pada abad ke-14 sampai ke-15.
Kedua, sejak datang dan mapannya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia sampai
abad ke-19. Ketiga, bermula pada awal abad ke-20 dengan terjadinya “liberalisasi”
kebijaksanaan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia. Dalam tahapan-tahapan
itu akan terlihat jelas proses islamisasi sampai mencapai tingkat seperti
sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Rasyidi,
Badri. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Armico, 1987.
Ricklefs,
M.C. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta:
Serambi, 2009.
Salim,
Moh. Nur. http://narutotuban.wordpress.com/2010/01/18/sejarah-islam-di-indonesia. 3 April 2011.
Sen, Tan
Ta. Cheng Ho. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010.
Sunanto,
Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.
Suryanegara,
Ahmad Mansur. Api Sejarah. Bandung: Salmadani, 2009.
Thohir,
Ajid. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2004.
[1]Musyrifah
Sunanto, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2007), hlm. 1.
[2]Ibid., hlm.
3-4.
[3]Ibid., hlm.
4-5.
[4]M.C. Ricklefs, Sejarah
Indonesia Modern 1200-2008, (Jakarta: Serambi, 2009), hlm. 3.
[5]Ibid., hlm. 4.
[6]http://narutotuban.wordpress.com/2010/01/18/sejarah-islam-di-indonesia/.
[7]Tan Ta Sen, Cheng
Ho, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), hlm. 196.
[8]Ibid.
[9]Ibid., hlm.
197.
[10]Ibid., hlm.
201.
[11]Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004),
hlm. 291.
[12]Musyrifah
Sunanto, op. cit., hlm. 7.
[13]Ibid., hlm. 8-9
[14]Ibid., hlm.
10-12.
[15]Badri Rasyidi, Sejarah
Peradaban Islam, (Bandung: CV Armico, 1987), hlm. 102-104.
[16]Ibid., hlm.
106.
[17]Ahmad Mansur
Suryanegara, Api Sejarah, (Bandung: Salmadani, 2009), hlm. 121-122.
0 komentar:
Post a Comment