Makalah ini tentang Ejaan baik pengertian, perkembangannya dan bagaimana mengajar ejaan di Madrasah Ibtidaiyah. semoga bermanfaat.
BAB
I
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Ejaan tidak hanya berkaitan dengan
cara mengeja suatu kata, tapi juga berkaitan dengan cara mengatur penulisan
huruf menjadi satuan yang lebih besar, misalnya kata, kelompok kata atau
kalimat. Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran
dan bagaimana antar hubungan antara lambang-lambang itu (pemisahan dan
penggabungannya dalam suatu bahasa). Ia merupakan ketentuan yang mengatur
penulisan huruf menjadi satuan yang lebih besar berikut penggunaan tanda
bacanya.
b.
Rumusan Masalah
1) Pengertian
ejaan?
2) Perkembangan
ejaan pada siswa?
3) Mengajar
ejaan di MI?
c.
Tujuan Penulisan
Mahasiswa diharapkan bisa memahami
peran ejaan pada siswa sekolah dasar(MI) yang mencakup pengertian, perkembangan
dan cara mengajar ejaan di MI.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ejaan
Ejaan secara umum berarti kaidah-kaidah
cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb) dl bentuk tulisan
(huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. [1]
ejaan
adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana
hubungan antar lambang-lambang itu (pemisan dan penggabungannya dalam satu
bahan) secara teknis yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan huruf,
penulisan kata dan pemakaian tanda baca.[2]
B.
Perkembangan Ejaan Pada Siswa
Dalam prinsip alfabetik menunjukan
adanya kesesuaian antara suara dengan simbol, namun ejaan bahasa inggris
bersifat suara hanya pada saat-saat tertentu. Ejaan ini mencerminkan dari
bahasa mana sebuah kata di pinjam. Misalnya kata-kata yang diawali dengan al-,
alcohol adalah kata dari bahasa Arab, dan energy adalah kata dari bahasa
yunani. Kata-kata lain dieja untuk mencerminkan hubungan sematik (makna kata),
bukan hubungan fonologi[3].
Pengejaan kata national dan nation serta kata grade dan gradual mengindikasikan
hubungan makna walaupun ada huruf vocal (huruf hidup) atau perubahan konsonan
pada pengucapan pasangan kata tersebut. Jika bahasa inggris adalah bahasa yang
murni fonetis, maka akan lebih mudah mengeja kata, tapi pada saat yang sama
baahasa inggris akan kehilangan banyak makna keduniawiannya.
Siswa
sekolah dasar mengeja dasar-dasar fonetis pada bahasa inggris sebagaimana
mereka mempelajari tentang kesesuian antara fonem-grafem, dan kemudian mereka
memperlua/meningkatkan pengetahuan mereka tentang ejaan melalui membaca dan
menulis. Ejaan anak yang mencerminkan tumbuhnya kesadaran mereka pada ortografi
bahasa inggris, dikenal sebagai invented speliing (ejaan buatan/ciptaan), dan
selama disekolah dasar anak kemudian tidak lagi menulis huruf satu demi satu
dalam menulis kata secara bertahap sampai meraka dapat mengeja dengan
lazim/biasa.
1.Invented
Spelling (Ejaan Buatan/Ciptaan)
Saat
anak usia muda belajar menulis, mereka menciptakan ejaan yang unik yang sebut
invented spelling (ejaan buatan/ciptaan) berdasarkan pengetahuan mereka tentang
ottografi[4]
bahasa inggris. Ejaan buatan/ciptaan ini juga dikenal dengan temporary spelling
(ejaan sementara) dan kid spelling (ejaan anak). Charles read (1971, 1975,
1986), salah seorang peneliti yang pertama kali mempelajari yang dilakukan anak
pra sekolah untuk mengeja kata-kata, menemukan bahwa anak pra sekolah
menggunakan pengetahuan mereka tentang fonologi untuk membuat sebuah ejaan.
Anak-anak ini menggunakan nama huruf untuk mengeja kata, misalnya ejaan huruf U
(you), dan R (are), dan mereka lebih konsisten menggunakan bunyi konsonan
misalnya GRL (girl), TIGR (tiger), dan NIT (night). Anak-anak praa sekolah
mengunakan menggunakan beberapa pola pengejaan yang tidak biasa tetapi bersifat
fonetis dalam menunjukkan afrikasi mereka mengeja tr dengan chr (misalnya
dragon dengan JRAGIN), dan mereka menggantij t dengan d (misalnya pretty dengan
PREDE). Kata-kata dengan huruf vokal/huruf hidup yang panjang dieja dengan nama
huruf: MI (my), LADE (lady), dan FEL (feel). Anak-anak ini menggunakan beberapa
strategi cerdik untuk mengeja kata-kata menjadi kata yang berhuruf bervokal
pendek. Anak-anak usia 3-,4,-,5 tahun secara konsisten memilih huruf-huruf yang
berhuruf vokal pendek agar mudah diucapkan dimulut. Huruf i di ucapkan menjadi
e seperti pada kat FES (fish), huruf e menjadi a seperti pada LAFFT (left), dan
huruf o menjadi I seperti pada CLIK (clock). Pengejaan ini mungkin terdengar
aneh bagi orang dewasa, namun pengejaan tersebut berdasarkan pada hubungan
fonetis. Anak-anak sering menghilangkan bunyi sengau dalam kata ( misalnya end
menjadi EN) dan mengganti –eg atau –ig untuk –ing (misalnya CUMIC) dari coming
dan GOWEG dari going). Selain itu, mereka sering mengabaikan huruf vokal pada
suku kata yang tidak beraksen/tidak diberi tekanan, seperti pada AFTR (after)
dan MUTHR (mother).
Anak-anak
ini mengembangkan strategi untuk mengeja berdasarkan pengetahuan mereka tentang
sistem fonologi dan nama huruf, pendapat mereka tentang persamaan dan perbedaan
fonetis, dan kemampuan mereka dalam meringkas informasi fonetis dari nama-nama
huruf. Read menyarankan bahwa dari sekian banyak sifat-sifat fonetis dalam
sistem fenologi, anak meringkas lebih jauh beberapa rincian fonetis lain dalam
ejaan buatan/ciptaan mereka.
Karakteristik
tahap-tahap pada ejaan buatan/ciptaan (invented spelling)
Tahap
1: precommunicative spelling (pengejaan pra komunikasi)
- Anak menggunakan tulisan cakar ayam, bentuk-bentuk yang menyerupai huruf, dan kadang-kadang nomor untuk mewakili pesan.
- Anak boleh menulis dari kiri kekanan, kekanan kekiri, atas kebawah, atau dengan acak pada halaman.
- Anak belum memahami kesesuaian antara fonem dengan grafem.
- Anak boleh mengulang-ulang beberapa huruf atau menggunakan sebagian besar huruf alfabet.
- Anak sering mencapurkan huruf besar dan huruf kecil, tapi mereka tidak memilih menggunakan huruf besar.
Tahap
2: semiphonetic spelling (pengejaan semi fonetis)
- Anak menjadi sadar akan prinsip alfabetis bahwa hutuf-huruf biasa digunakan untuk mewakili bunyi.
- Anak menggunakan singkatan satu, dua, atau tiga, huruf ejaan untuk mewakili keseluruh kata.
- Anak menggunakan strategi nama huruf (latter name) untuk mengeja kata-kata.
Tahap
3: phonetic spelling (pengejaan fonetis)
- Anak menyajikan semua bunyi esensial/utama pada sebuah kata dalam ejaan.
- Anak mengembangkan ejaan-ejaan tertentu dengan huruf vokal yang panjang atau pendek, bentuk jamak dan penanda kata kerja waktu lampau dan aspek-aspek pengejaan lainnya.
- Anak memilih huruf-huruf berdasarkan bunyi tanpa memandang rangkaian huruf-huruf bahasa inggris atau kaidah-kaidah lainnya.
Tahap
4: transitional spelling (ejaan peralihan)
- Anak mengikuti kaidah dasar ortografi bahasa inggris.
- Anak mulai menggunakan informasi marfologi dan visual selain informasi fonetis.
- Anak boleh memasukan semua huruf yang sesuai dalam sebuah kata namun dengan membalik beberapa huruf tersebut.
- Anak menggunakan ejaan pengganti untuk bunyi yang sama pada kata yang berbeda, tapi hanya sebagian yang mengerti kondisi-kondisi yang mempengaruhi penggunaan ejaan pengganti tersebut.
Tahap
5: conventional spelling (ejaan lazim)
- Anak menggunakan atuaran dasar sistem ortografi bahasa inggris.
- Anak memperluas pengetahuannya mengenai struktur bahasa termasuk pengejaaan imbuhan, singkatan, kata gabung, dan homonym.
- Anak menunjukkan ketepatan pertumbuhan dalam menggunakan konsonan diam dan konsonan ganda sebelum menambah akhiran.
- Anak mengenali kapan sebuah kata tidak benar dan dapat mempertimbangkan ejaan pengganti untuk bunyi yang sama.
- Anak belajar pola ejaan tidak beraturan.
- Anak belajar mengganti-ganti huruf huruf konsonan dan huruf vokal dan struktur morfologis lainnya.
- Anak mengetahui bagaimana mengeja kata-kata dalam yang banyak dengan lazim.
Dalam
periode yang pendek yaitu saat usia 4 atau 5 tahun, anak beralih dari tahap
precommunicative spelling (pengejaan pra komunikasi) ketahap conventional spelling
(ejaan lazim). Pembelajaran ini terjadi melalui pengalaman membaca dan menulis
dari pada melalui ejaan mingguan: ketika perhatian anak terlalu banyak
dipusatkan pada kelaziman atau ejaan yang benar sebelum siswa mencapai tahap
yang kelima, maka perkembangan alamiah mereka menjadi terganggu.
Anak terlalu sering dinasihati untuk
“membunyikan” ejaan pada kata-kata yang tidak familiar atau untuk membatasi
kata-kata yang mereka gunakan dalam tulisannya menjadi kata-kata yang meraka
yakin sudah bisa mengejanya, namun latihan seperti ini menghambat perkembangan
ejaan anak. Membunyikan atau mengucapkan ejaan suatu kata lebih mendorong anak
untuk memberi penekanan pada persesuaian fonem-grafem daripada membantu siswa
dengan mendorong meraka mencari komponen ejaan non fonetik seperti anak dalam
tahap-tahap perkembangan telah maju.
2.Perkembangan
Ejaan Pada Anak Lebih Tua
Frith
(1980) menyimpulkan bahwa siswa yang lebih tua yang merupakan pembaca dan
pengeja yang baik membuat kesalahan yang bersifat tradisional/pelatihan,
sedangkan siswa merupakan pembaca dan pengeja yang buruk membuat kesalahan yang
bersifat semifonetis dan fonetis.
Tekanan
dan kekhawatiran orang tua secara periodic meningkatkan kekhawatiran akan ejaan
buatan/ciptaan dan pentingnya ujian pengejaan mingguan. Hal ini nampaknya
menjadikan masyarakat salah persepsi bahwa anak zaman sekarang tidak bisa
mengeja. Peneliti yang menguji tipe-tipe kesalahan siswa telah mencatat bahwa
jumlah kejadian salah eja meningkat sampai kelas 1-4, selama siswa menulis
karangan, namun persentasi kesalahan semakin menurun. Persentasenya makin
menurun pada kelas yang lebih tinggi, walaupun masih ada beberapa siswa yang
tetap melakukan kesalahan (Taylor dan Kidder), 1988). The educational Tesing
Service (pelayanan ujian pendidikan) (Applebee Langer), dan Mullis, 1987) melaporkan
tentang frekuensi kesalahan pengejaan pada suatu kajian penulisan buku. Anak
usia 9 tahun rata-rata mengeja 92% katadengan benar, anak usia 13 tahun dapat
mengeja 97% kata dengan benar, anak usia 17 tahun 98% kata. Stewing (1987)
dalam penelitiannya melaporkan bahwa siswa kelas 4 mengeja 98-99% kata yang
benar. Data-data ini menunjukkan bahwa pada kelas 3 atau 4 sebagian besar
merupakan pengeja konvensional, kesalahan yang meraka buat kurang dari 10%.
3.
Menganalisis Perkembangan Ejaan Anak
Guru
dapat menganalisis kesalahan pengejaan pada hasil karangan anak dengan
mengklasifikasikan kesalahan tersebut dengan berdasarkan kelima tahap
perkembangan ejaan. Analisis ini memberikan informasi mengenai tingkat
perkembangan ejaan anak saat ini dengan jenis kesahana yang dibuat anak. Dengan
mengetahui tahap perkembangan siswa, guru dapat menentukan tipe petunjuk yang
sesuai. Anak yang belum mencapai tahap perkembangan ejaan konvensional anak
yang tidak dapat mengeja setidaknya 90% kata dengan benar dan anak yang
kesalahannya tidak kebanyakan pada tingkat peralihan tidak mendapat dari
petunjuk penulisan baku. Malahan, harus diberikan petunjuk lebih awal untuk
mendukung perkembangan pengejaan. Pelajaran-pelajaran kecil yang sesuai dengan
tahap perkembangan siswa seperti pemblajaran visual dan strategi marfologis
untuk mengeja peralihan/tradisional, lebih efektif digunakan.
C.Mengajarkan
Pengejaan Di sekolah Dasar
1.Komponen
Dalam Pelajaran Mengeja
Siswa
belajar mengeja melalui membaca dan menulis dan kegiatan-kegiatan yang
berhubungan dengan itu. Pada bagian ini akan membahas 8 komponen pelajaran
mengeja (spelling instruction).[5]
a) Daily
writing opportunities (kesempatan menulis setiap hari).
Memberikan
kesempatan pada siswa untuk menulis setiap hari merupakan persyaratan untuk
suatu program pengejaan. Ejaan merupakan alat bagi penulis dan pengeja paling
baik dipelajari melalui pengalaman menulis. Siswa yang menulis setiap hari dan
membuat ejaan buat kata-kata yang tidak dikenal akan berpindah secara alami kearah
tahap pengejaan konvensional/lazim. Ketika kita menulis, anak mengira-ngira
mengeja berdasarkan pengetahuan mereka yang terus berkembang mengenai
penyesuaian symbol bunyi dan pola ejaan. Sebagian besar tulisan informal yang
ditulis siswa setiap hari tidak perlu dinilai dan kesalahan mengeja tidak perlu
diberi tanda. Belajar mengaja tidak jauh berbeda dengan belajar main piano.
Kesempatan menulis setiap hari ini merupakan sesi latihan, bukan belajar
bersama guru.
b) Daily
Reading Opportunitises (kesempatan membaca setiap hari).
Membaca
juga memainkan peranan penting dalam belajar mengeja. Selama membaca, siswa
menyimpan bentuk visual dalam bentuk kata-kata. Kemampuan untuk mengigat
kembali bagaimana penampakan suatu kata menbantu siswa memutuskan kapan ejaan yang
meraka tulis tepat. Ketika siswa memutuskan bahwa sebuah kata terasa tidak
benar, meraka dapat menulis ulang dengan beberapa cara yang berbeda sampai kata
tersebut terasa benar, bertanya kepada guru atau teman sekelas yang tau ejaan
kata tersebut atau mengecek ejaannya dikamus.
c) Word
Walls (dinding kata).
Salah
satu cara untuk menyoroti perhatian siswa pada kata-kata dalam buku yang mereka
baca atau dalam pelajaran sosial dan siklus pokok ilmu pengetahuan adalah
dengan menggunakan Word Walls (dinding kata). Siswa dan guru memilih kata untuk
ditulis didinding kata selembar kertas besar yang digantung di ruang kelas.
Kemudian siswa mengacu pada dinding kata tersebut ketika belajar tentang kata
dan ketika mereka menulis. Dengan melihata kata-kata dipasang pada dinding
kata, klaster ataupun grafik/peta lainnya dalam kelas dan menggunakannya untuk
membantu siswa belajar mengeja kata.
d) Proofreading
(Koreksi Cetakan Percobaan).
Koreksi
cetakan percobaan adalah jenis bacaan yang digunakan siswa untuk menemukan kesalahan
pengejaan pada kata serta kesalahan mekanis lain dalam draf (konsep) kasar
mereka. Selama siswa belajar mengenai proses menulis, meraka diperkenalkan pada
Proofreading. Pada tahap editing (perbaikan) meraka menerima petunjuk yang
lebih mendalam mengenai bagaimana menggunakan koreksi cetatan percobaan untuk
menemukan kesalahan pengejaan dan kemudian mereka membperbaiki kesalahan
tersebut. Melalui rangkaian pelajaran mini (mini lessons), siswa dapat
mengoreksi kertas catatan percobaan siswa dan menandai kesalahan pengejaan
kata. Lalu, dengan bekerja berpasangan, siswa dapat menperbaiki kesahan
pengejaan kata.
Koreksi
cacatan percobaan sebaiknya dipernalkan sejak kelas satu. Anak-anak muda dan
guru-gurunya bekerjasama mengoreksi catatan percobaan kelas dan mendikte cerita
bersama-sama, dan siswa dapat didorong untuk membaca semua karangan mereka dan
membuat perbaikan yang penting segera setelah mereka memulai menulis. Dengan
cara ini siswa menerima koreksi catatan percobaan sebagai suatu bagian alami dari
membaca dan menulis. Kegiataan mengoreksi catatan percobaan lebih bernilai
unttuk mengajar pengejaan dari pada kegiatan mendekti, dimana guru mendekti
kalimat-kalimat untuk di tulis oleh siswa dengan penulisan huruf besar dan
tanda baca yang benar. Beberapa orang menggunakan pendiktean dalam kehidupan
sehari-hari, namun menggunakan keterampilan siswa untuk mengkoreksi catatan
percobaan setiap kali mereka memperhalus sebuah kutipan-kutipan tulisan.[6]
e) Dictionary
Procedure (Tata Cara Kamus).
Siswa
perlu mempelajari bagaimana menemukan ejaan kata-kata yang tidak dikenal
dikamus.
f) Spelling
Options (Pilihan Ejaan).
Dalam
bahasa inggris ada alternative ejaan untuk banyak bunyi karena begitu banyak
kata yang dipinjam dari bahasa lain dan kata tersebut tetap dipertahankan
bentuk aslinya. Lebih banyak pilihan untuk huruf vokal dari pada untuk huruf
konsonan. Walaupun demikian, ada 4 pilihan ejaan untuk /f/ (f,ff, ph, gh).
Pilihan ejaan kadang-kadang bervariasi tergantung pada posisinya dalam kata.
Misalnya, ff dan gh digunakan untuk mewakili /f/ hanya pada akhir kata, seperti
pada kata cuff dan laugh (dibaca kaf dan laf). Pilihan ejaan yang umum untuk
fonem daftar lampiran D.
Guru
membatasi pilihan ejaan hanya pada kata-kata yang meraka tulis didinding kata
dan hanya bila siswa bertanya tentang ejaan suatu kata. Mereka juga dapat
menggunakan rangkaian pelajaran mini untuk mengajar siswa dikelas yang lebih
tinggi mengenai pilihan-pilihan ini. Selama masing-masing pelajaran mini (mini
lessons) siswa dapat befokus pada satu fonem, seperti /f/ atau /ar/, dan dalam
sebuah satu kelompok kecil siswa mengembangkan daftar tentang berbagai cara
suatu bunyi eja dalam bahasa inggris dengan contoh masing-masing ejaan
tersebut.
g) Strategi
untuk mengeja kata-kata yang tidak dikenal.
Siswa
pengembangkan sebuah daftar strategi agar dapat mengeja kata-kata yang tidak
dikenal, beberapa strategi tersebut antara lain:
·
Membuat ejaan untuk kata-kata berdasarkan
fofologikal, sematik (arti kata), dan pengetahuan mengenai asal-usul kata.
·
Mengoreksi catatan percobaan untuk menemukan
dan memperbaiki kesalahan pengejaan.
·
Menemukan kata pada dinding kata atau grafik
lainny.
·
Memperkirakan ejaan sebuah kata dengan membuat
ejaan yang mungkin dan memilih alternative yang terbaik.
·
Menambahkan imbuhan untuk kata dasar.
·
Mengeja kata-kata yang tidak dikenal dengan
menganalogikannya dengan kata yang sudah dikenal.
·
Menemukan ejaan kata tak dikenal dalam sebuah
kamus atas buku-buku sumber lainnya.
·
Menulis rangkaian huruf di draf/coretan kasar
sebagai pegangan dalam menyingkat kata yang tak dikenal.
·
Bertanya pada guru atau teman sekelas bagaimana
mengaja suatu kata.
·
Mempunyai hak milik atas sebuah kata atau
mengetahui kapan suatu pengejaan kata sudah diinternalisasikan.
h) A
Spelling Conscience ( kesadaran mengeja)
Tujuan
dari Pengajaran Ejaan adalah untuk membantu siswa mengembangkan apa yang
Hillerich(1977) sebut dengan kesadaran ejaan – sikap positif terhadap ejaan dan
perhatian untuk menggunakan ejaan standar.
2 .Ujian
Mengeja Mingguan
The
master Word List (daftar kata utama), guru membuat daftar 25-50 kata setiap minggu dari berbagai tingkat
kesulitan saat siswa memilih kata untuk dipelajari. Kata-kata pada daftar utama
digambarkan dari kata-kata yang ditulis siswa pada proyek karya tulis mereka
minggu lalu, kata-kata yang sering muncul, dan kata-kata yang berhubungan
dengan suatu fokus literatur dan siklus pokok dalam ruang kelas. Kata yang
berasal dari buku teks ejaan juga dapat ditambahkan dalam daftar, tapi
sebaiknya jangan memenuhi daftar. Contohnya daftar peralatan dalam kelas yang
ditempel di dinding.
The
Monday Pretest (Praujian Senin). Pada senin guru mengadakan sebuah praujian/pratest dengan
menggunakan daftar kata-kata utama,dan siswa mencoba mengeja kata sebanyak
mereka bisa. Siswa memperbaiki hasil ujian mereka sendiri, dan dari kesalahan
pengejaan yang mereka buat, mereka memolih 5-8 kata untuk dipelajari. Mereka
membuat 2 salinan daftar. Siswa menomori kata-kata ejaan menggunakan nomor pada
daftar utama untuk mempermudah menghadapi ujian hari jum’at. Siswa menyimpan
satu salinan daftar untuk dipelajari, dan guru menyimpan salinan kedua.
Belajar
kata selama seminggu. Siswa menghabiskan kira-kira 5-10
menit
setiap hari selama seminggu untuk mempelajari kata-kata pada daftarnya.
3 .Penyesuaian
Untuk Memenuhi Kebutuhan Setiap Siswa
Ejaan
dan komponen bahasa lainnya dapat diselesaikan untuk memenuhi kebutuhan dari
semua siswa, dan penyesuaian paling penting yang dapat dilakukan guru adalah
memahami kepentingan relatife suatu komponen bahasa dalam program kesenian
bahasa. Kompetensi komunikatif adalah tujuan dari petunjuk seni bahasa, dan
komponen bahasa menyangga komunikasi namun tidak sama dengan komunikasi.
Untuk
pelajaran mengeja, yang artinya mendorong siswa untuk menggunakan ejaan
buatan/ciptaan sehingga mereka dapat berkomunikasi dengan yang lain sebelum
mereka mencapai tahap pengejaan lazim. Siswa yang belajar bahasa inggris
sebagai bahasa kedua atau memilki kebutuhan khusus mungkin perlu waktu yang
lebih lama untuk beralih pada tahap kelima pada ejaan buatan/ciptaan, dan ejaan
buatan/ciptaan mereka mencerminkan pengucapan kata dan pengubahan nada
suaranya. Misalnya, seorang anak yang mengatakan “I have two cat (Aku punya dua
ekor kucing)” atau “yesterday I play with my friend (kemarin Aku bermain dengan
temanku)” biasanya mengeja kata dengan cara yang sama.
Untuk
Memenuhi Kebutuhan Setiap Siswa
a) Mendorong
siswa untuk menggunakan ejaan buatan/ciptaan
Pengeja
yang buruk terlalu sering tidak mau menulis karena terlalu banyak kata yang
mereka tidak tahu cara mengejanya. Guru sebaiknya mendorong siswa untuk
menggunakan ejaan buatan/ciptaan, tak peduli berapapun usia mereka, karena
dapat memicu meraka untuk menulis sendiri. Ejaan yang mereka ciptakan
memberikan pengetahuan yang bernilai tertahap apa yang diketahui siswa tentang
ortografi bahasa inggris dan pelajaran seperti apa yang mereka butuhkan.
b) Mengajar
kata berfrekuensi tinggi (sering muncul)
Pengeja
yang buruk sebaiknya belajar mengeja 100 kata-kata yang paling sering digunakan
karena banyak manfaatnya. Dengan mengetahui 100 kata tersebut, siswa dapat
mengeja dengan benar kira-kira setengah dari seluruh kata yang mereka tulis.
c) Mengajarkan
strategi “pikirkanlah”
Pengeja
yang buruk mengandalkan pada strategi “bunyikanlah” untuk mengeja kata
sedangkan pengeja yang lebih baik memahami bahwa bunyi hanya merupakan panduan
kasar untuk mengeja. Guru menggunakan pelajaran mini untuk mengajar siswa
bagaimana memikirkan dan memperkirakan ejaan suatu kata yang tidak dikenal.
d) Membaca
dan menulis setiap hari
Siswa
yang merupakan pengeja yang buruk sering kali tidak menulis ataupun membaca
terlalu banyak, namun mereka perlu membaca dan menulis setiap hari agar menjadi
pengeja yang lebih baik.
e) Menghargai
suatu kesalahan sebagai bagian dari proses belajar
Siswa
kelas satu yang menggunakan ejaan buatan/ciptaan dan siswa yang lebih tua yang
merupakan pengeja yang buruk tidak mendapat manfaat dari coretan guru untuk
setiap kesalahan pada kertas ujiannya. Malahan, guru dan siswa sebaiknya
bekerjasama untuk mengintifikasi dan memperbaiki kesalahan pada proyek karya
tulis yang akan dibublikasikan. Terlalu banyak penekanan pada kesalahan yang
dibuat oleh siswa tidak membantu mereka mengeja: justru mengajar bahwa mereka
tidak bisa mengeja.[7]
BAB
III
PENUTUP
Ringkasan
- Ejaan secara umum berarti kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb) dl bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca.
- Invented Spelling (Ejaan Buatan/Ciptaan), Saat anak usia muda belajar menulis, mereka menciptakan ejaan yang unik yang sebut invented spelling (ejaan buatan/ciptaan) berdasarkan pengetahuan mereka tentang ottografi[8] bahasa inggris.
- Frith (1980) menyimpulkan bahwa siswa yang lebih tua yang merupakan pembaca dan pengeja yang baik membuat kesalahan yang bersifat tradisional/pelatihan, sedangkan siswa merupakan pembaca dan pengeja yang buruk membuat kesalahan yang bersifat semifonetis dan fonetis.
- Komponen Dalam Pelajaran Mengeja
a) Daily
writing opportunities (kesempatan menulis setiap hari).
b) Daily
Reading Opportunitises (kesempatan membaca setiap hari) Word Walls (dinding
kata).
c) Word
Walls (dinding kata).
d) Proofreading
(Koreksi Cetakan Percobaan).
e) Dictionary
Procedure (Tata Cara Kamus).
f) Spelling
Options (Pilihan Ejaan).
g) Strategi
untuk mengeja kata-kata yang tidak dikenal.
h) A
Spelling Conscience ( kesadaran mengeja)
Daftar
Pustaka
Artkata,
http://www.artikata.com/arti-363053-ejaan.html, 13/12/2012
Gail
E. Topmkins & Kenneth Hoskisson. Language Art : Content and Teaching
Strategis.
Saidah
algazali, Ejaan( http://saidahalgazali.blogspot.com/2011/02/ejaan.html),
13/12/2012
[1]
http://www.artikata.com/arti-363053-ejaan.html, 13/12/2012
[2]saidah
algazali, Ejaan( http://saidahalgazali.blogspot.com/2011/02/ejaan.html),
13/12/2012
[3]
*bidang di linguistik yg menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya
[4]
Tulisan tangan
[5]
Gail E. Topmkins & Kenneth Hoskisson. Language Art : Content and Teaching
Strategis.hal.467
[6]
Ibid.hal.469
[7]
Ibid,.hal.476
[8]
Tulisan tangan
0 komentar:
Post a Comment